Selasa, 26 November 2019

Menemukan Tema, Latar, Lalu Penokohan Dalam Cerpen “Demi Bu Camat” Karya Yusrizal Kw

Tema, latar, bersama penokohan merupakan bagian dari unsur intrinsik cerpen. Unsur intrinsik cerpen adalah unsur yg membangun karya sastra (cerpen) dari dalam. 

Lihat pembahasan:
Memahami Unsur-Unsur Cerpen
Sajian berikut ini hendak membahas bagaiamana tema, latar, bersama penokohan dalam kutipan cerpen "Demi Bu Camat". Cerpen tersebut dikutip dari buku kumpulan cerpen "Kembali ke Pangkal Jalan" karya Yusrzal KW.

Selain membahas mengenai tema, latar bersama penokohan dalam cerpen, hendak dibahas pula tentang nilai-nilai kehidupan yg terkandung di dalam cerpen " Demi Bu Camat" tersebut.

Lihat juga:
Kumpulan Soal Essay Menentukan Unsur-Unsur Cerpen 
Contoh Soal Essay Bahasa Indonesia Kelas 9
Menemukan Tema, Latar, bersama Karakter Tokoh Cerpen “Demi Bu Camat”

Bacalah kutipan cerpen “Demi Bu Camat” berikut!

Demi Bu Camat

Angin malam membentur letih di dinding rumah kayu Leman. Leman masih berbaring gelisah di samping istrinya, Salina yg tengah hamil Sembilan bulan. Menunggu keduniaan anak pertama setelah menanti lima tahun, adalah suatu yg menggelisahkan bagi Leman.

Yang menjadi pikiran Leman saat ini, mencarikan biaya bersalin istrinya ke bidan. Mendengar cerita Lelo di kedai Mak Uncang kemarin soal biaya melahirkan di bidan, cukup membuat hati Leman tak nyaman. Lumayan mahal.

Apalagi, untuk persediaan selimut bayi bersama popok saja istrinya masih menuntut kepadanya berkali-kali. Atau, ia mesti merasa menahan segan ketika empat hari lewat adik iparnya datang meminjamkan popok bersama baju bekas anaknya yg kini sudah berusia tiga tahun.

"Seharusnya kita malu menerima pinjaman popok itu," kata Salina kemarin, menjelang ia pergi ke sawah di mana tempat ia menjadi petani upahan. Sehari, ia cuma bisa terima Rp3000. Dengan gaji harian yg tak mungkin setiap hari ia bisa peroleh itulah Leman mendayung kelajuan biduk rumah tangganya.

Salina memiringkan badannya ke arah Leman. Leman menikmati pejaman mata istrinya yg lelah, serta perutnya yg membalon itu. Pelan-pelan Leman meraih beberapa jumput rambut istrinya, lalu menggenggamnya lambat-lambat.

"Maafkan aku, Ilin," gumamnya menyebut nama kecil istrinya. Yah, Salina --Ilin-- bagi Leman tak lebih tumpuan kasih sayang yg setiap saat memberi semangat untuk memperjuangkan hidup. Walau di lain kadang ia pun mesti merasa sabar menerima umpatan istrinya karena kesulitan untuk melepaskan diri dari beban hidup yg setiap hari bagai mengejarnya dengan panah beracun. Malas sehari saja, berarti mempersiapkan kelaparan untuk esok hari.

Berkali-kali Leman berusaha untuk tidur nyenyak di samping istrinya, tapi selalu saja ia merasa gamang membayangkan hari-hari esok ditambah menanti kelahiran bayi pertama serta biayanya yg lumayan sulit sekiranya ia carikan mendadak.

Seketika, bayangan seorang wanita hampir setengah baya melintasi ingatannya. Bu Camat. Ya, ia ingat istri camat yg baru bersama cukup baik terhadapnya sejak Kecamatan Ciakayam diduduki oleh petinggi baru. Sebenarnya bukan Bu Camat itu yg baik hati, melainkan Lemanlah yg betul-betul baik hati kepada istri Camat yg dipanggilnya Bu Ca.

Hampir setiap punya kesempatan, kalau tidak pagi ya sore, ia berusaha singgah ke rumah Pak Camat itu, kalau-kalau ada yg diperlukan bantuannya oleh Bu Camat. Misalnya, seperti yg sudah-sudah, membuatkan pot bunga ataupun membereskan taman rumah Bu Camat yg setiap hari selalu diseraki daun-daun rambutan kering yg tumbuh besar di sekitar itu. Atau lagi, menolong membersih kan kakus bersama menimbakan bak mandi Bu Camat yg kebetulan orang upahannya tak datang. Juga, kadang-kadang Leman menaiki atap rumah Bu Camat bersama menambal bagian yg bocor dengan aluminium yg dipanaskan di nyala api.

Semua pertolongan itu dilakukan Leman kepada akhirnya dengan sikap tanpa pamrih. Sebenarnya, sekali-kali ia juga pingin dipamrihi dengan sedikit uang. Hal itu, yah, ternyata harus disesalinya. Bahkan ia pernah sempat memaki-maki dirinya lantaran suatu ketika dulu, pas pertama membantu Bu Camat mengangkat perabot rumahnya dari rumah yg lama ke rumah yg sekarang ini, Leman pernah menolak dikasih uang. Alasannya ia tulus membantu.

"Kalau Bu Ca memberi saya uang untuk pertolongan saya yg sederhana ini, berarti saya menjadi sungkan menolong Ibu setelah ini. Saya membantu tulus lho, Bu Ca," begitu kata Leman.

Ternyata, ucapan Leman itu dipegang Bu Camat. Setiap pertolongan Leman, baik diminta maupun tidak, Bu Camat cukup mengucapkan terima kasih. Sehingga, hubungan Bu Camat dengan petani upahan seperti Leman di kampung kecamatan itu dikenal baik. Bahkan Leman sempat jadi bahan pembicaraan orang kampung, bahwa ia orang dekat dengan Bu Camat, juga Pak Camat.

Hubungan baik Leman dengan Bu Camat ini, oleh sebagian orang bisa dimanfaatkan. Salah satunya Leman diminta kesediaannya membantu menguruskan KTP, biar sedikit encer bersama biayanya pun bisa renda han sedikit. Untuk sedikit hal, harga diri Leman terangkat. Leman disegani.

Tapi, pikir Leman kemudian, apakah cukup sampai berhubungan baik dengan Pak Camat bersama istrinya serta dikenal orang yg punya gengsi yg tinggi seranting dibanding kawan-kawan lainnya? Leman mendadak menggeleng. Justru yg ia perlukan saat ini tidak lagi keterpandangan di mata orang-orang ataupun ucapan tulus terima kasih wanita yg dipanggilnya Bu Ca.

Leman meyakini, ia perlu uang. Ia perlu pamrih untuk sedikit dari sekian banyak pertolongannya yg diberikan kepada Bu Ca. Kadang dalam hati Leman mengumpat, kenapa di lain kadang Bu Ca tak pernah sekali pun menawarkan ia uang. Apakah lantaran basa-basin ya pertama dulu. Atau memang Bu Ca pelit.

Leman merangkulkan tangannya ke tubuh istrinya. Ia ingat Bu Camat, ia pun punya niat untuk mendatangi Bu Camat esok hari guna memberikan gambaran, bahwa ia butuh uang banyak untuk menebus biaya kelahiran anaknya yg sedikit hari lagi. Ia, bagaimanapun, tak ingin gagal jadi suami, jadi ayah, jadi laki-laki yg ber tanggung tanggapan membahagiakan istrinya Salina.



Tema, latar, bersama penokohan  kutipan cerpen “Demi Bu Camat”

1. Tema
tema kutipan cerpen “Demi Bu Camat” yaitu kesulitan ekonomi. Kesulitan ekonomi dialami Leman. Leman kesulitan uang untuk biaya bersalin istrinya.
Bukti:
a. Yang menjadi pikiran Leman saat ini, mencarikan biaya bersalin isterinya ke bidan.
b. Dengan gaji harian yg tak mungkin setiap  hari ia peroleh itulah Leman mendayung kelajuan biduk rumah tangganya.

2. Latar 
a. Latar tempat
Latar tempat disebutkan, tetapi berada di berbagai lokasi antara rumah Bu Camat, rumah Leman. Akan tetapi, latar sebenarnya adalah rumah leman.
Bukti:
Angin malam membentur letih di dinding rumah kayu leman.
b. Latar waktu
Latar waktu lebih ditonjolkan malam hari. Akan tetapi, ada waktu yg disebutkan kepada cerita pagi bersama sore.
Bukti:
- Angin malam membentur letih di dinding rumah kayu leman.
- Berkali-kali Leman berusaha untuk tidur nyenyak di samping isterinya.
c. Latar sosial
Latar sosial menjelaskan keadaan hidup Leman yg memperihatikan. Akan tetap, ia harus basa-basi demi cari muka.
Bukti:
- Kadang ia pun mesti sabar menerima umpatan istrinya karena kesulitan untuk melepaskan diri dari beban hidup yg setiap hari bagai mengejarnya dengan panah beracun. Malas sehari saja, berarti mempersiapkan kelaparan untuk esok hari.
- “ ... Saya membantu tulus lho, Bu Ca," begitu kata Leman. Padahal itu basa-basi saja. Sekadar cari muka.

3. Penokohan
a. Leman: baik, bertanggung jawab
Bukti:
- Sebenarnya bukan Bu Camat yg baik hati, tetapi Leman lah yg betul-betul baik hati.
- Ia, bagaimana pun tak ingin gagal menjadi suami, jadi ayah, jadi laki-laki yg bertanggung tanggapan membahagiakan istrinya.

b. Salina: pemalu, penuntut
Bukti:
- seharusnya kita malu menerima popok itu, ...
- apalagi untuk persediaan perlengkapan bayi saja istrinya masih menuntut.

c. Bu Camat: menghargai orang
Bukti:
- ..... Bu Camat cukup mengucapkan terima kasih.


Nilai kehidupan yg terkandung dalam kutipan cerpen "Demi Bu Camat" 

Nilai kehidupan yg terkandung dalam kutipan cerpen "Demi Bu Camat" yaitu nilai sosial berupa ketulusan membantu orang lain.

Bukti: Semua pertolongan itu dilakuan Leman kepada akhirnya dengan sikap tanpa pamrih. Sebenarnya sekali-kali ia juga pingin dipamrihi sedikit dengan uang. Hal itu, yah, ternyata harus disesalinya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar