Selasa, 26 November 2019

Contoh Soal Essay Menentukan Tema, Latar, Beserta Penokohan Dengan Kutipan Cerpen

Contoh soal Essay Menentukan Tema, Latar, bersama Penokohan dengan Kutipan Cerpen
Lihat juga: Kumpulan Contoh Soal Essay Bahasa Indonesia Kelas 9Kumpulan Soal Essay Menentukan Unsur-Unsur Cerpen

Bacalah kutipan cerpen "Tiga Butir Kurma per Kepala" Karya Yusrizal K.W. berikut!

TIGA BUTIR KURMA PER KEPALA

Di antara sejumlah perantau asal kampong kami yg mendampek itu, ada satu nama yg paling berkesan. Pak Ayub. Tubuhnya kurus, jangkung, bersama selalu mengenakan baju gunting cina. Ia sudah 15 tahun di rantau, yg menurut orang dusun kami, di rantau entah. Di sebut di rantau entah, ia selalu bilang di banyak tempat. Kadang Aceh, Riau, Lampung, Surabaya, Jakarta, bersama Makasar.

 “Jangnan ditanya rantau jauh saya. Tapi, pandanglah saya dari kecintaan dengan orang bersama kampong ini. Walau Cuma bisa kasih kurma, itu indah sekali…” begitu kilahnya, seraya berkata lagi sambil menunjuk dadanya, “Semua tergantung di sini. Rantau yg jauh tiada taranya, di dalam dada. Begitu juga sebaliknya, di dada. Rasakan makna niatnya…”

Biasanya, kami mengangguk-angguk. Ia tersenyum. Dan, entah siapa yg memberinya gelar, Kami akrab mengenal Pak Ayub sebagai tuan kurma yg bijaksana. Ukuran bijaksana ini pun kami tak tahu pasti. Yang jelas, enak menyebutnya bersama terasa patut. Pokoknya kalau dikaji alur patut bersama mungkinnya, ia tepat sekali. Kadang ada yg patut, tapi tak mungkin. Ada yg mungkin, namun tak patut.

Disetiap bulan suci Ramadhan, biasanya pak Ayub tiba-tiba muncul. Ia mendatangi setiap rumah dengan sepeda tuanya. Setiap rumah, ia beri kurma. Kalau jumlah kurma itu dalam kantung plastic ada 15 buah, berarti penghuni rumah ada lima orang. Seandainya ada 21 buah, berarti penghuni rumah yg didatanginya ada tujuh orang. Sebagai kelazimannya, ia mengatakan bahwa setiap orang ataupun per kepala di dalam sebuah rumah, keluarga, mendapat tiga buah kurma.

Biasanya, kalau besok paginya di tepian sungai ataupun lapau kopi, orang bercerita tentang nikmatnya membukakan puasa dengan tiga butir kurma, berarti orang-orang itu kemarin habis dikunjungi pak Ayub dengan baying-bayang sepanjang badanya, sudah pernah mampu berbuat pengasih bersama penyayang serta adil ke warga kampong. Biasanya. Sekali ataupun dua kali dalam bulan Ramadhan pak Ayub mengantarkan kurma ke setiap rumah-rumah. Masing-masing mendapat bagian tiga buah kurma per kepala. Tak heran, di hari pembagian kurma itu, boncengan sepedanya dibebani karung plastic berisi kurma. Maka, dengan hari itu bisa ditebak, orang-orang membukakan puasanya dengan tiga butir kurma dari pak Ayub. Pemberiannya itu rasanya sampai ke lubuk hati sejuknya.

Anehnya, kendati ada yg mampu membeli kurma, tak seorang pun di dusun itu mau pergi mendapatkannya ke pasar kecamatan ataupun di tempat-tempat yg ada tersedia kurma. Alasan mereka yg pernah pergi,”Tak seenak yg diantar Pak Ayub…”

Mendengar selentingan ungkapan yg menyiratkan nada terima kasih itu, Pak Ayub selalu berkata lunak, “itu kurma dari Allah,”

Sudah dua kali Ramadhan Pak Ayub tak pulang ke kampong. Sanak familinya yg ditanya, hanya menjawab,”Entah, entah di aceh, entah di Ambon, entah di Irian, entah di Makasar, entah di Jakarta dia sekarang. Berkirim surat pun tak ada. Kabur gambarnya kini.”

Sementara perantau yg dulu pulang bawa bersama nyumbang macam-macam untuk surau, masjid, jalan, tugu, bersama balai pemuda, kini bertambah banyak. Bingkisan Ramadhan bersama  lebaran pun  silih berganti diterima warga kampong. Namun, dihati orang kampong, ya dihati kami, ada yg kurang sempurna tanpa Pak Ayub, Tuan Kurma. Pemberian yg lain, bisa dibanding-bandingkan. Misal kain sarung dengan sajadah, paket mentega-tepung-minyak dengan uang. Tapi kurma selalu ada cahaya tersendiri yg sulit di terjemahkan bersama dibanding-bandingkan dalam gunjingan lepas ataupun obrolan lapau.

Kadang ada-ada saja pikiran buruk melintas di benak kami. Jangan-jangan , Pak Ayub sudah mati. Jangan-jangan Pak Ayub jatuh miskin hingga tak mampu beli kurma untuk dibagi-bagikan tiga buah per kepala untuk orang sekampung. Banyak kalimat jangan-jangan melintas di benak orang kampong. Apalagi, tidak sedikit di antaranya berucap, baik secara gurau maupun serius tentang kerinduan dengan Pak Ayub bersama kurma.

 “Allah tidak lagi mengirimkan kurmanya dengan kita melalui Pak Ayub,” begitu antara lain kata beberapa orang dusun kami.

Dan, di saat puasa berjalan lebih dua puluh hari, seseorang tak dikenal mendatangi rumah-rumah warga kampong. Ia berpeci, dagunya berjanggut, kumisnya tipis wajahnya bersih berminyak. Orang itu masih muda, membagi-bagikan kurma sebagaimana Pak Ayub dulu lakukan. Setiap rumah mendapat tiga buah kurma kali jumlah kepala.

Saat menerima kurma, pemilik rumah hanya mengucap terima kasih. Setelah orang itu pergi, bibir-bibir yg belum disentuh oleh hal yg membukakan puasa, bergerak bergetar. Mereka teringat Pak Ayub.

“Pak Ayub? Kok bukan Pak Ayub? Apakah ini jelmaan pemilik kurma, yaitu Allah?” begitu gumam kami di kampong seraya mengenang tutur kata yg pernah terlontar dari mulut Pak Ayub. Namun, ketika kami tersadar, ketika kerinduan bersama keinginan bersua Pak Ayub yg sudah dua kali Ramadhan tak pulang ke tanah kelahirannya memuncak, pengantar kurma itu kami tahan beramai-ramai.

 “Tuan Muda siapa? Siapa yg menyuruh mengantarkan kurma tiga buah per kepala ke tempat kami?”Tanya kami beramai-ramai, menjelang bedug berbuka. Mula-mula ia menarik napas. Kemudian menunduk. Lalu mengangkat wajah. Tersenyum.

“Saya Zamzami. Anak  angkat Pak Ayub”

“Pak Ayub? Dimana beliau sekarang?”

“Telah mendahului dua tahun lalu!”

 “Maksud tuan muda, meninggal?”

“Tuhan berkata begitu!”

Diam sejenak.

Zamzani melanjutkan,”Pak Ayub berpesan ke saya, agar setiap Ramadhan, paling tidak sekali, untuk membagi-bagikan kurma ke dusun ini. Kata Pak Ayub, kurma ini enak karena diberikan dengan tulus, Sebab Tuhan pun memberikan rezeki untuk mendapatkan kurma ini dengan tulus…”

Tak ada lagi suara. Kami larut. Tiba-tiba, rasanya, pohon kurma tumbuh di depan mata kami. Pak Ayub duduk tersenyum di bawahnya berpakaian serba putih. Dilangit terlihat seperti cahaya kilau kemilau, bagai ada isyarat malaikat-malaikat turun membawa berkah untuk manusia yg betul-betul manusia. Saat itu kami merasakan ada sesuatu yg indah, pemberian tulus sampai tumbuh bersama sejuk ke dasar hati.


Jawablah pertanyaan di bawah ini!
Tentukan tema, latar, bersama penokohan berdasarkan kutipan cerpen di atas. Sertakan bukti ataupun data pendukung jawabanmu!


Contoh Jawaban:
1. Tema
Tema kutipan cerpen “Tiga Butir Kurma per Kepala” yaitu kesetiakawanan sosial yg dibuktikan dengan pemberian kurma kepada masyarakat sekitar/tetangga.

Bukti:
a. Pak Ayub merupakan perantau yg sukse. Ia pun selalu memberi kurma kepada tetangga-tetangga di kampungnya.
b. Di setiap bulan suci Ramadhan, biasanya Pak Ayub tiba-tiba muncul. Ia mendatangi setiap rumah dengan sepeda tuanya. Setiap rumah, ia beri kurma.

2. Latar
a. Latar tempat
Latar tempat peristiwa di suatu kampung.
Bukti:
1) Dan di saat puasa berjalan dua puluh hari, seseorang tak dikenal mendatangi rumah-rumah warga kampung.
2) “Pak Ayub? Kok bukan Pak Ayub? Apakah ini jelmaan pemilik kurma, yaitu Allah?” begitu gumam kami di kampong seraya mengenang tutur kata yg pernah terlontar dari mulut Pak Ayub.
b. Latar waktu
Latar waktu dijelaskan beberapa bagian yaitu sore hari, pagi bersama bulan Ramadhan. Pada bulan suci Ramadhan merupakan penunjuk waktu yg paling menonjol.
Bukti:
Tak lama bedug berbuka puasa berdentam. Kami terbayang kurma dari Allah, begitu tutur Pak Ayub dulu tentang keikhlasannya, yg tadi sore diantara Zamzani.
c. Latar Sosial
Latar sosial menjelaskan keadaan suatu kampung bersama kebiasaan dengan bulan suci Ramadhan. Beragam kutipan tersebut terdapat beragam suasana yg tercipta.
1) Suasana bahagia
Sementara perantau yg dulu pulang bawa bersama nyumbang macam-macam untuk surau, masjid, jalan, tugu, bersama balai pemuda, kini bertambah banyak. Bingkisan Ramadhan bersama  lebaran pun  silih berganti diterima warga kampung.
2) Suasana haru
“Pak Ayub? Dimana beliau sekarang?”

“Telah mendahului dua tahun lalu!”

 “Maksud tuan muda, meninggal?”

“Tuhan berkata begitu!”

3. Penokohan
Tokoh memiliki sifat yg mendukung cerita. Berikut tokoh bersama penokohan yg mendukung kutipan cerita.
a. Pak Ayub
Fisik: kurus, jangkung. Ia selalu berkata lunak
Fsikis: baik
bukti
1) Pak Ayub, tubuhnya kurus jangkung, bersama selalu mengenakan baju guntin cina.
2) Pak Ayub selalu berkata lunak, “Itu kurma dari Allah.”

b. Zamzani
Fisik: muda, wajah bersih, dagu berjanggut, berkumis tipis.
Fsikis: baik, amanah.
Bukti
1) Ia berpeci, dagunya berjanggut, kumisnya tipis, masih muda, membagikan kurma sebagaimana Pak Ayub.
2) Pak Ayub berpesan ke saya, agar setiap Ramadhan, paling tidak sekali, untuk membagi-bagian kurma ke dusun ini.

c. Warga: Suka berprasangka
Bukti
1) Kadang, ada-ada saja pikiran buruk melintas di benak kami.
2) Banyak kalimat jangan-jangan melintas di benar orang kampung.



Sumber: Buku PG Bahasa Indonesia kelas 9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar