Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri memahami-unsur-unsur-cerpen. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri memahami-unsur-unsur-cerpen. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

Jumat, 27 Desember 2019

Memahami Unsur-Unsur Cerpen

Cerpen merupakan salah satu karya sastra berbentuk prosa. Cerpen dibangun oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik lagi unsur ekstrinsik.

Unsur intrinsik merupakan unsur yg membangun karya sastra dari dalam. Unsur intrinsik terdiri dari tema, latar (setting), penokohan, alur (plot), sudut pandang, lagi amanat.

Sedangkan unsur ektrinsik adalah unsur-unsur yg membangun karya sastra dari luar. Unsur ekstrinsik meliputi peristiwa sosial, politik, agama, budaya, pendidikan lagi lain sebagainya.

Secara rinci berikut ini unsur-unsur intrinsik cerpen : 

1. Tema
Menurut Brooks (dalam Tarigan, 1984: bergolak 125) tema adalah pandangan hidup yg tertentu ataupun perasaan tertentu bergolak mengenai kehidupan ataupun rangkaian nilai-nilai tertentu yg membentuk bergolak dasar ataupun gagasan dari suatu karya sastra.
Jadi tema merupakan dasar bergolak pijak suatu karya, artinya karya sastra itu adanya berangkat dari bergolak sebuah ide-ide yg ingin disampaikan oleh pengarang baik secara bergolak positif maupun tersirat.
2. Penokohan
Menurut Sudjiman (1991: 16) tokoh yakni individu rekaan yg mengalami peristiwa ataupun perlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita. Sedangkan watak menurutnya (1991: 16) yaitu kualitas tokoh, kualitas nalar, lagi jiwanya yg membedakannya dengan tokoh lain. Penyajian tokoh lagi penciptaan citra tokoh inilah yg disebut penokohan.
Istilah tokoh menunjuk kepada orangnya, ataupun pelaku cerita. Sedangkan watak, perwatakan lagi karakter menunjuk kepada sikap lagi sifat para tokoh seperti yg ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk kepada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan lagi karakterisasi sering disamakan artinya dengan karakter lagi perwatakan, yaitu menunjuk kepada penempatan tokoh tertentu dengan watak (-watak) tertenthu dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2007: 165).
3. Latar
Latar adalah latar belakang fisik, unsur tempat lagi ruang dalam suatu cerita (Brooks dalam Tarigan, 1984: 136).
Menurut Sudjiman (1991: 44) latar yakni segala keterangan, petunjuk, pengacuan yg berkaitan dengan watak, ruang, lagi suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra.
Sedangkan Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2007: 216) latar ataupun setting disebut sebagai landas tumpu, menyaran kepada pengertian tempat, hubungan waktu, lagi lingkungan tempat terjadinya persitiwa-peristiwa yg diceritakan.
Atas dasar pengertian di atas, beroleh disimpulkan jenis latar terdiri atas latar tempat, latar waktu, lagi latar sosial. Ketiga jenis latar ini saling terpadu dalam kesatuan cerita, menjalin ikatan dalam peristiwa-peristiwa yg terjadi di dalamnya.
4. Alur
Yang dinamakan alur yakni konstruksi yg dibuat mengenai sebuah deretan peristiwa yg secara logik lagi kronologis saling berkaitan lagi yg diakibatkan ataupun dialami oleh pelaku.
Secara leksikal, plot ataupun alur adalah (a) rangkaian peristiwa yg direka lagi dijalani dengan seksama lagi menggerakkan jalan cerita melalui rumitan kearah klimaks lagi selesainnya; (b) jalinan peristiwa lagi karya sastra untuk untuk mencapai efek tertentu, pautannya beroleh diwujudkan oleh hubungan temporal ataupun waktu lagi hubungan kausal ataupun sebab akibat (Sugihastuti, 2007: 36).
Adapun tahap-tahap pengaluran adalah sebgai berikut:
  •     Paparan, yaitu berupa penyampaian informasi kepada pembaca.
  •     Rangsangan, yaitu peristiwa yg mengawali timbulnya gawatan.
  •     Tegangan, yaitu ketidakpastian yg berkepanjangan lagi semakin menjadi-jadi.
  •     Tikaian, yaitu perselihan yg timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang  bertentangan.
  •     Rumitan, yaitu perkembangan dari gejala mula tikaian menuju klimaks.
  •     Klimaks, yaitu puncak kehebatan rumitan.
  •     Leraian, yaitu menunjukkan perkembangan peristiwa kearah selesaian.
  •     Selesaian, yaitu bagian akhir ataupun penutup cerita.
                                                                                          (Sudjiman, 1991: 31-36)
5. Sudut Pandang
Sudut pandang kepada hakikatnya adalah strategi, teknik, siasat, yg sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan lagi ceritanya (Nurgiyantoro, 2007: 284). Aminuddin (2004) menyebutnya sebagai titik pandang, yaitu cara menampilkan para pelaku dalam cerita yg dipaparkannya.
S. Tasrif (dalam Tarigan, 1984: 140), mengungkapkan macam-macam sudut pandang sebagai berikut:
  1. Author amniscient (orang ketiga), pengarang mengungkapkan kata”dia”untuk pelaku utama, tetapi ia turut hidup dalam pribadi tokoh.
  2. Author participant (pengarang turut mengambil bagian dalam cerita). 
  3. Author observer (pengarang hanya sebagai peninjau seolah-olah ia tidak beroleh mengetaui jalan pikiran pelakunya.
  4. Multiple (campur aduk).
6. Amanat
Sudjiman (1991: 57) mengartikan amanat sebagai suatu ajaran moral, ataupun pesan yg ingin disampaikan oleh pengarang. Amanat juga beroleh diartikan sebagai jalan keluar dari sebuah permasalahan yg diajukan di dalam cerita. Selanjutnya Sudjiman menjelaskan bahwa amanat terdapat kepada sebuah karya sastra secara implicit, seandainya jalan keluar ataupun moral itu disiratkan di dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Eksplisit, seandainya pengarang kepada tengah ataupun akhir cerita menyampaikan seruan, saran, nasihat, anjuran, larangan, lagi sebagainya, berkenaan dengan gagasan yg mendasari cerita itu.

Sumber : abduhsempana.blogspot.com

Selasa, 26 November 2019

Menemukan Tema, Latar, Lalu Penokohan Dalam Cerpen “Demi Bu Camat” Karya Yusrizal Kw

Tema, latar, bersama penokohan merupakan bagian dari unsur intrinsik cerpen. Unsur intrinsik cerpen adalah unsur yg membangun karya sastra (cerpen) dari dalam. 

Lihat pembahasan:
Memahami Unsur-Unsur Cerpen
Sajian berikut ini hendak membahas bagaiamana tema, latar, bersama penokohan dalam kutipan cerpen "Demi Bu Camat". Cerpen tersebut dikutip dari buku kumpulan cerpen "Kembali ke Pangkal Jalan" karya Yusrzal KW.

Selain membahas mengenai tema, latar bersama penokohan dalam cerpen, hendak dibahas pula tentang nilai-nilai kehidupan yg terkandung di dalam cerpen " Demi Bu Camat" tersebut.

Lihat juga:
Kumpulan Soal Essay Menentukan Unsur-Unsur Cerpen 
Contoh Soal Essay Bahasa Indonesia Kelas 9
Menemukan Tema, Latar, bersama Karakter Tokoh Cerpen “Demi Bu Camat”

Bacalah kutipan cerpen “Demi Bu Camat” berikut!

Demi Bu Camat

Angin malam membentur letih di dinding rumah kayu Leman. Leman masih berbaring gelisah di samping istrinya, Salina yg tengah hamil Sembilan bulan. Menunggu keduniaan anak pertama setelah menanti lima tahun, adalah suatu yg menggelisahkan bagi Leman.

Yang menjadi pikiran Leman saat ini, mencarikan biaya bersalin istrinya ke bidan. Mendengar cerita Lelo di kedai Mak Uncang kemarin soal biaya melahirkan di bidan, cukup membuat hati Leman tak nyaman. Lumayan mahal.

Apalagi, untuk persediaan selimut bayi bersama popok saja istrinya masih menuntut kepadanya berkali-kali. Atau, ia mesti merasa menahan segan ketika empat hari lewat adik iparnya datang meminjamkan popok bersama baju bekas anaknya yg kini sudah berusia tiga tahun.

"Seharusnya kita malu menerima pinjaman popok itu," kata Salina kemarin, menjelang ia pergi ke sawah di mana tempat ia menjadi petani upahan. Sehari, ia cuma bisa terima Rp3000. Dengan gaji harian yg tak mungkin setiap hari ia bisa peroleh itulah Leman mendayung kelajuan biduk rumah tangganya.

Salina memiringkan badannya ke arah Leman. Leman menikmati pejaman mata istrinya yg lelah, serta perutnya yg membalon itu. Pelan-pelan Leman meraih beberapa jumput rambut istrinya, lalu menggenggamnya lambat-lambat.

"Maafkan aku, Ilin," gumamnya menyebut nama kecil istrinya. Yah, Salina --Ilin-- bagi Leman tak lebih tumpuan kasih sayang yg setiap saat memberi semangat untuk memperjuangkan hidup. Walau di lain kadang ia pun mesti merasa sabar menerima umpatan istrinya karena kesulitan untuk melepaskan diri dari beban hidup yg setiap hari bagai mengejarnya dengan panah beracun. Malas sehari saja, berarti mempersiapkan kelaparan untuk esok hari.

Berkali-kali Leman berusaha untuk tidur nyenyak di samping istrinya, tapi selalu saja ia merasa gamang membayangkan hari-hari esok ditambah menanti kelahiran bayi pertama serta biayanya yg lumayan sulit sekiranya ia carikan mendadak.

Seketika, bayangan seorang wanita hampir setengah baya melintasi ingatannya. Bu Camat. Ya, ia ingat istri camat yg baru bersama cukup baik terhadapnya sejak Kecamatan Ciakayam diduduki oleh petinggi baru. Sebenarnya bukan Bu Camat itu yg baik hati, melainkan Lemanlah yg betul-betul baik hati kepada istri Camat yg dipanggilnya Bu Ca.

Hampir setiap punya kesempatan, kalau tidak pagi ya sore, ia berusaha singgah ke rumah Pak Camat itu, kalau-kalau ada yg diperlukan bantuannya oleh Bu Camat. Misalnya, seperti yg sudah-sudah, membuatkan pot bunga ataupun membereskan taman rumah Bu Camat yg setiap hari selalu diseraki daun-daun rambutan kering yg tumbuh besar di sekitar itu. Atau lagi, menolong membersih kan kakus bersama menimbakan bak mandi Bu Camat yg kebetulan orang upahannya tak datang. Juga, kadang-kadang Leman menaiki atap rumah Bu Camat bersama menambal bagian yg bocor dengan aluminium yg dipanaskan di nyala api.

Semua pertolongan itu dilakukan Leman kepada akhirnya dengan sikap tanpa pamrih. Sebenarnya, sekali-kali ia juga pingin dipamrihi dengan sedikit uang. Hal itu, yah, ternyata harus disesalinya. Bahkan ia pernah sempat memaki-maki dirinya lantaran suatu ketika dulu, pas pertama membantu Bu Camat mengangkat perabot rumahnya dari rumah yg lama ke rumah yg sekarang ini, Leman pernah menolak dikasih uang. Alasannya ia tulus membantu.

"Kalau Bu Ca memberi saya uang untuk pertolongan saya yg sederhana ini, berarti saya menjadi sungkan menolong Ibu setelah ini. Saya membantu tulus lho, Bu Ca," begitu kata Leman.

Ternyata, ucapan Leman itu dipegang Bu Camat. Setiap pertolongan Leman, baik diminta maupun tidak, Bu Camat cukup mengucapkan terima kasih. Sehingga, hubungan Bu Camat dengan petani upahan seperti Leman di kampung kecamatan itu dikenal baik. Bahkan Leman sempat jadi bahan pembicaraan orang kampung, bahwa ia orang dekat dengan Bu Camat, juga Pak Camat.

Hubungan baik Leman dengan Bu Camat ini, oleh sebagian orang bisa dimanfaatkan. Salah satunya Leman diminta kesediaannya membantu menguruskan KTP, biar sedikit encer bersama biayanya pun bisa renda han sedikit. Untuk sedikit hal, harga diri Leman terangkat. Leman disegani.

Tapi, pikir Leman kemudian, apakah cukup sampai berhubungan baik dengan Pak Camat bersama istrinya serta dikenal orang yg punya gengsi yg tinggi seranting dibanding kawan-kawan lainnya? Leman mendadak menggeleng. Justru yg ia perlukan saat ini tidak lagi keterpandangan di mata orang-orang ataupun ucapan tulus terima kasih wanita yg dipanggilnya Bu Ca.

Leman meyakini, ia perlu uang. Ia perlu pamrih untuk sedikit dari sekian banyak pertolongannya yg diberikan kepada Bu Ca. Kadang dalam hati Leman mengumpat, kenapa di lain kadang Bu Ca tak pernah sekali pun menawarkan ia uang. Apakah lantaran basa-basin ya pertama dulu. Atau memang Bu Ca pelit.

Leman merangkulkan tangannya ke tubuh istrinya. Ia ingat Bu Camat, ia pun punya niat untuk mendatangi Bu Camat esok hari guna memberikan gambaran, bahwa ia butuh uang banyak untuk menebus biaya kelahiran anaknya yg sedikit hari lagi. Ia, bagaimanapun, tak ingin gagal jadi suami, jadi ayah, jadi laki-laki yg ber tanggung tanggapan membahagiakan istrinya Salina.



Tema, latar, bersama penokohan  kutipan cerpen “Demi Bu Camat”

1. Tema
tema kutipan cerpen “Demi Bu Camat” yaitu kesulitan ekonomi. Kesulitan ekonomi dialami Leman. Leman kesulitan uang untuk biaya bersalin istrinya.
Bukti:
a. Yang menjadi pikiran Leman saat ini, mencarikan biaya bersalin isterinya ke bidan.
b. Dengan gaji harian yg tak mungkin setiap  hari ia peroleh itulah Leman mendayung kelajuan biduk rumah tangganya.

2. Latar 
a. Latar tempat
Latar tempat disebutkan, tetapi berada di berbagai lokasi antara rumah Bu Camat, rumah Leman. Akan tetapi, latar sebenarnya adalah rumah leman.
Bukti:
Angin malam membentur letih di dinding rumah kayu leman.
b. Latar waktu
Latar waktu lebih ditonjolkan malam hari. Akan tetapi, ada waktu yg disebutkan kepada cerita pagi bersama sore.
Bukti:
- Angin malam membentur letih di dinding rumah kayu leman.
- Berkali-kali Leman berusaha untuk tidur nyenyak di samping isterinya.
c. Latar sosial
Latar sosial menjelaskan keadaan hidup Leman yg memperihatikan. Akan tetap, ia harus basa-basi demi cari muka.
Bukti:
- Kadang ia pun mesti sabar menerima umpatan istrinya karena kesulitan untuk melepaskan diri dari beban hidup yg setiap hari bagai mengejarnya dengan panah beracun. Malas sehari saja, berarti mempersiapkan kelaparan untuk esok hari.
- “ ... Saya membantu tulus lho, Bu Ca," begitu kata Leman. Padahal itu basa-basi saja. Sekadar cari muka.

3. Penokohan
a. Leman: baik, bertanggung jawab
Bukti:
- Sebenarnya bukan Bu Camat yg baik hati, tetapi Leman lah yg betul-betul baik hati.
- Ia, bagaimana pun tak ingin gagal menjadi suami, jadi ayah, jadi laki-laki yg bertanggung tanggapan membahagiakan istrinya.

b. Salina: pemalu, penuntut
Bukti:
- seharusnya kita malu menerima popok itu, ...
- apalagi untuk persediaan perlengkapan bayi saja istrinya masih menuntut.

c. Bu Camat: menghargai orang
Bukti:
- ..... Bu Camat cukup mengucapkan terima kasih.


Nilai kehidupan yg terkandung dalam kutipan cerpen "Demi Bu Camat" 

Nilai kehidupan yg terkandung dalam kutipan cerpen "Demi Bu Camat" yaitu nilai sosial berupa ketulusan membantu orang lain.

Bukti: Semua pertolongan itu dilakuan Leman kepada akhirnya dengan sikap tanpa pamrih. Sebenarnya sekali-kali ia juga pingin dipamrihi sedikit dengan uang. Hal itu, yah, ternyata harus disesalinya.



Rabu, 25 Desember 2019

Contoh Soal Menentukan Tema, Latar, Karakter Tokoh, Bersama Nilai Kehidupan Dalam Cerpen

Berikut ini adalah contoh soal menentukan tema, latar, karakter tokoh, dan nilai kehidupan dalam cerpen.

Lihat juga :
Bacalah kutipan cerpen "Wesel" berikut untuk mengerjakan soal nomor 1 - 4 !

Pak Giman teringat anak sulungnya di kota. Harbani, anak sulungnya itu, jarang sekali pulang ke rumah. Untuk keperluan harian, serta biaya kos, buku-buku lagi semesrteran, Pak Giman selalu setia mengirim wesel tiap bulannya. entah, uang dari mana diperolehnya.

“Bagaimana, Pakne? Tiba-tiba suara Bu Giman memecah kesunyian.

“Aduh...paling-paling ya, cari utangan lagi, Bune,” bergolak elakan Pak Giman dengan kepala menunduk.

“Tapi utang kita sudah menumpuk, Pakne.”

“Lha terus, mau bagaimana lagi?” Wong penghasilan pokok kita cuma dari gaji saya, yg jelas-jelas tidak mencukupi. Padahal usaha jahitan kita belum tentu bisa diharapkan. Apalagi sekarang orderan jahit sepi. Menurutku, ya utang itulah jalan terbaik saatu-satunya,” ujar Pak Giman dengan lirih.

“Saya ini terkadang harap-harap cemas lho, Pakne. Uang dari mana untuk menutup semua utang kita nanti?” wajah Bu Giman menyiratkan kecemasan.

“Sudahlah, Bune. Masalah ini jangan dibuat susah. Barangkali ini sudah menjadi kewajiban kita. Apalagi semua itu untuk biaya pendidikan. Aku percaya kelak apa yg kita lakukan ini tidak bakal sia-sia. Sudahlah, kita tak perlu cemas,” Pak Giman mencoba meredakan kecemasan istrinya, meski dalam hatinya ia sendiri juga dilanda perasaan semacam itu.

Bu Gimana diam merenungkan ucapan suaminya. Ia mencoba memahami keadaan itu sepenuhnya.

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini!

  1. Tentukan tema kutipan cerpen “Wesel” di atas!
  2. Temukan latar kutipan cerpen “Wesel” dengan bukti faktual!
  3. Temukan karakter tokoh dalam cerpen “Wesel” bersama bukti yg meyakinkan!
  4. Simpulkan nilai kehidupan dalam cerpen “Wesel” yg becus menjadi teladan bagi siswa!


Lihat: KUNCI JAWABAN
Baca juga: Contoh Soal Menentukan Latar dengan Kutipan Cerpen Beserta Kunci Jawaban