Jumat, 25 Oktober 2019

Elemen-Elemen Seni Teater

 Berikut ini penjelasan lengkap tentang elemen Elemen-Elemen Seni Teater

Elemen-Elemen Seni Teater yaitu:
1. penyutraadaraan,
2. pemeran
3. penata artistik, dan
4. penonton.

Berikut ini penjelasan lengkap tentang elemen-elemen seni teater di atas.

1. Penyutradaraan
Sutradara mempunyai tugas mengkoordinasikan segala anasir pementasan, sejak latihan dimulai sampai dengan pementasan selesai. Sutradara mempunyai tugas sentral yg berat dalam sebuah pementasan, Sutradara bertanggung gerah elakan atas proses transformasi naskah lakon ke bentuk pemanggungan tidak hanya akting para pemain yg diurusnya, tetapi juga kebutuhan yg berhubungan dengan artistik dengan teknis.

# Sejarah Timbulnya Sutradara
Dalam drama tradisional, kurang lebih dua abad yg lalu, belum ada sutradara.Dalam drama tradisional di Indonesia, masing-masing aktor bermain improvisasi.Yang ada hanyalah manajer dengan produser. Dalam perkembangan kedudukan sutradara, beberapa kejadian penting boleh dicatat, yaitu sebagai berikut.

1). Pada saat Saxe Meiningen mendirikan rombongan teater di Berlin, kepada tahun 1874-1890..Saat itu dipentaskan 2591 drama di wilayah Jerman.Kemudian mengadakan tour ke seluruh Eropa. Dengan peristiwa itu, dirasa kebutuhan bakal adanya sutradara yg mengkoordinasikan pementasan-pementasan.

2). Gurdon Craig (1872), putra Ellen Terry mempelopori penyutradaraan sehingga namanya sangat terkenal. Sampai kini, nam Craig dipuja sebagai sutradara genius.Dia dinyatakan sebagai sutradara yg memaksakan gagasannya kepada aktor/aktris.Melalui dirinya diperkenalkan seniman teater baru yg disebut sutradara.

3). Constantin Stanilavsky (1863-1938) merupakan sutradara Rusia yg terbesar.Ia mendirikan “Moscow Art Theater”. Dengan penyutradaraannya, dihilangkan sistem bintang, dengan ia merupakan pelopor penyutradaraan yg mementingkan sukma.

#Tugas Sutradara
Menurut Fran K. Whitting ada tiga macam tugas utama dari seorang sutradara, yaitu: merencanakan produksi pementasan, memimpin latihan aktor, dengan aktris, dengan mengorganisasi produksi.

Sutradara merupakan pimpinan utama kerja kolektif sebuah teater.Baik buruknya pementasan teater sangat ditentukan oleh kerja sutradara, meskipun unsur–unsurlainnya juga berperan tetapi masih berada di bawah kewenangan sutradara.

Sebagai pimpinan, sutradara selain bertanggung gerah elakan terhadap kelangsungan proses terciptanya pementasan juga harus bertanggung gerah elakan terhadap masyarakat alias penonton. Meskipun dalam tugasnya seorang sutradara dibantu oleh stafnya dalam menyelesaikan tugas– tugasnya tetapi sutradara tetap merupakan penanggung gerah elakan utama. Untuk itu sutradara dituntut mempunyai pengetahuan yg luas agar mampu mengarahkan pemain untuk mencapai kreativitas maksimal dengan boleh mengatasi kendala teknis yg timbul dalam proses penciptaan.

Sebagai seorang pemimpin, sutradara harus mempunyai pedoman yg pasti sehingga bisa mengatasi kesulitan yg timbul. Menurut Harymawan (1993) Ada beberapa tipe sutradara dalam menjalankan penyutradaraanya, yaitu:

Sutradara konseptor. Ia menentukan pokok penafsiran dengan menyarankan konsep penafsiranya kepada pemain. Pemain dibiarkan mengembangkan konsep itu secara kreatif. Tetapi juga terikat kepada pokok penafsiran tsb.

Sutradara diktator. Ia mengharapkan pemain dicetak seperti dirinya sendiri, tidak ada konsep penafsiran dua arah ia mendambakan seni sebagai dirinya, sementara pemain dibentuk menjadi robot-robot yg tetap buta tuli.

Sutradara koordinator. Ia menempatkan diri sebagai pengarah alias polisi lalulintas yg mengkoordinasikan pemain dengan konsep pokok penafsirannya.
Sutradara paternalis. Ia bertindak sebagai guru alias suhu yg mengamalkan ilmu bersamaan dengan mengasuh batin para anggotanya.Teater disamakan dengan padepokan, sehingga pemain adalah cantrik yg harus setia kepada sutradara.

2. Pemeran
Untuk mentransformasikan naskah di atas panggung dibutuhkan pemain yg mampu menghidupkan tokoh dalam naskah lakon menjadi sosok yg nyata.Pemain adalah alat untuk memeragakan tokoh.Tetapi bukan sekedar alat yg harus tunduk kepada naskah.Pemain mempunyai wewenang membuat refleksi dari naskah melalui dirinya.Agar bisa merefleksikan tokoh menjadi sesuatu yg hidup, pemain dituntut menguasai aspek-aspek pemeranan yg dilatihkan secara khusus, yaitu jasmani (tubuh/fisik), rohani (jiwa/emosi), dengan intelektual. Memindahkan naskah lakon ke dalam panggung melalui media pemain tidak sesederhana mengucapkan kata - kata yg ada dalam naskah lakon alias sekedar memperagakan keinginan penulis melainkan proses pemindahan mempunyai karekterisasi tersendiri, yaitu harus menghidupkan bahasa kata (tulis) menjadi bahasa pentas (lisan).

3. Penata Artistik
Tata artistik merupakan unsur yg tidak boleh dipisahkan dari teater. Pertunjukan teater menjadi tidak utuh tanpa adanya tata artistic yg mendukungnya. Unsur artistik disini meliputi tata panggung, tata busana, tata cahaya, tata rias, tata suara, tata musik yg boleh membantu pementasan menjadi sempurna sebagai pertunjukan. Unsur-unsur artistik menjadi lebih berarti apabila sutradara dengan penata artistic mampu memberi makna kepada bagian-bagian tersebut sehingga unsur-unsur tersebut tidak hanya sebagai bagian yg menempel alias mendukung, tetapi lebih dari itu merupakan kesatuan yg utuh dari sebuah pementasan.

Tata panggung adalah pengaturan pemandangan di panggung selama pementasan berlangsung. Tujuannya tidak sekedar supaya permainan bisa dilihat penonton tetapi juga menghidupkan pemeranan dengan suasana panggung.

Tata cahaya alias lampu adalah pengaturan pencahayaan di daerah sekitar panggung yg fungsinya untuk menghidupkan permainan dengan dan suasana lakon yg dibawakan, sehingga menimbulkan suasana istimewa.

Tata musik adalah pengaturan musik yg mengiringi pementasan teater yg berguna untuk memberi penekanan kepada suasana permainan dengan mengiringi pergantian babak dengan adegan.
Tata suara adalah pengaturan keluaran suara yg dihasilkan dari berbagai macam sumber bunyi seperti; suara aktor, efek suasana, dengan musik. Tata suara diperlukan untuk menghasilkan harmoni.
Tata rias dengan tata busana adalah pengaturan rias dengan busana yg dikenakan pemain. Gunanya untuk menonjolkan watak peran yg dimainkan, dengan bentuk fisik pemain bisa terlihat jelas penonton.

4. Penonton
Tujuan terakhir suatu pementasan lakon adalah penonton. Respon penonton atas lakon bakal menjadi suatu respons melingkar, antara penonton dengan pementasan. Banyak sutradara yg kurang memperhatikan penonton dengan menganggapnya sebagai kelompok konsumsi yg bisa menerima begitu saja apa yg disuguhkan sehingga coba terjadi suatu kegagalan dalam pementasan penonton dianggap sebagai penyebabnya karena mereka tidak mengerti alias kurang terdidik untuk memahami sebuah pementasan.

Kelompok penonton kepada sebuah pementasan adalah suatu komposisi organisme kemanusiaan yg peka. Mereka pergi menonton karena ingin memperoleh kepuasan, kebutuhan, dan  cita-cita. Alasan lainnya untuk tertawa, untuk menangis, dengan untuk digetarkan hatinya, karena terharu akibat dari hasrat ingin menonton. Penonton meninggalkan rumah, antri karcis dengan membayar biaya masuk dengan lain-lain karena teater adalah dunia ilusi dengan imajinasi. Membebaskan pola rutin kehidupan selama waktu dibuka hingga ditutupnya tirai untuk memuaskan hasrat jiwa khayalannya.

Eksistensi teater tidak mengenal batas kedudukan manusia. Secara ilmiah, manusia memiliki kekuatan menguasai sikap dengan tindakannya. Tindakannya pergi ke teater disebabkan oleh keinginan dengan kebutuhan berhubungan dengan sesama. Sehingga menempuh jalan sebagai berikut :

Bertemu dengan orang lain yg menonton teater. Teater merupakan suatu lembaga sosial.
Memproyeksikan diri dengan peranan-peranan yg melakonkan hidup dengan kehidupan di atas pentas secara khayali. Teater adalah salah satu cara proses interaksi sosial

Dalam memandang suatu karya seni penonton hendaklah mampu memelihara adanya suatu objektivitas artistik. Ini bisa tercapai dengan menentukan jarak estetik (aestetic distance) sehubungan dengan karya seni yg dihayatinya. Pemisahan yg dimaksud, antara penonton dengan yg ditonton, kepada seni teater diusahakan dengan jalan:
- Menciptakan penataan yg tepat atas auditorium dengan pentas.
- Adanya batas artistik proscenium sebagai bingkai gambar.
- Pentas yg terang dengan auditorium yg gelap.

Semua itu bakal membantu kedudukan penonton sehingga memungkinkan untuk melakukan perenungan.

Penulis: Indar Sabri, S.Sn, M.Pd

Tidak ada komentar:

Posting Komentar